Minggu, 29 Agustus 2010

Janji Atau 'Janji' ?

                Markus 14:26-31,66-72
Lalu kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini, mala mini juga, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” (Markus 14:30)
          Suatu hari ada seorang anak teman pendeta gereja saya sedang seru-serunya bermain game di tempat pendeta gereja saya (Pdt. Lie Nah) tinggal. Anak itu sangat seru bermain hingga lupa waktu. Ketika Pdt. Lie Nah bertanya kepadanya apakah tidak apa-apa ditinggal orang tuanya di sini, ia dengan santai menjawab tidak apa-apa. Setelah beberapa waktu kemudian, orang tua anak itu menelepon Pdt. Lie Nah dan bertanya apakah tidak apa-apa anak mereka ada di tempatnya,Pdt. Lie Nah menjawab tidak apa-apa dan tidak masalah. Beberapa jam berlalu hingga larut malam hingga sang anak itupun mulai bosan bermain game hingga ia menangis meminta pulang. Pdt. Lie Nah pun akhirnya juga kerepotan karena ulah anak ini. Ia kepusingan mendengar isak tangis anak ini dan akhirnya ia menelepon orang tua anak itu untuk membawa pulang kembali anaknya karena anak tersebut ingin pulang.

          Seberapa mudahnya kita mengucapkan janji? Kita tentu sudah tahu apa itu yang namanya janji. Janji adalah suatu perkataan yang pasti akan kita lakukan. Nah, apa realitanya? Banyak orang yang mengucapkan janji tanpa berpikir panjang. Dengan enteng dan gamlblangnya seseorang berjanji tapi tidak mau menepatinya. Seberapa banyak sih orang yang seperti itu yang berkata janji tetapi nyatanya dibatalkan? Misalnya saja kita sudah janji untuk ketemuan dengan teman kita. Beeberapa saat kemudian kita menelepon teman kita bahwa tidak bisa hadir karena alasan yang jelas. Seseorang  sering kali mengucapkan janji tersebut tanpa kesungguhan hati. Mereka berpikir bahwa janji itu diucapkan supaya mereka cari aman saja, alias supaya sang pembuat janji tidak merasa kecewa dengan kita.

          Dalam Markus 14:26-31 ini, kenapa Petrus berani berjanji kepada Yesus? Karena Yesus sudah berkali-kali berkata kepada dia dan murid-murid-Nya yang lain bahwa akan tiba saat di mana Ia akan ditangkap, disiksa dan mati di kayu salib. Biasanya ketika kita mendengar hal itu, kita akan mengucapkan janji yang sama seperti Petrus karena merasa bahwa ia tidak mungkin seperti itu. Ia tergerak oleh rasa ‘mau jadi pahlawan’ di antara murid-murid-Nya yang lain,rasa solider antar murid Tuhan sehingga ia mengucapkan janji tanpa memikirkan dengan matang. Ketika seseorang tersebut semakin diragukan janjinya, semakin sering dia berbuat janji yang terlihat ‘serius’ hingga berkata:” Sumpah, saya akan menepatinya.”

           Sering kali kita juga seperti Petrus, ketika dihadapkan pada situasi yang kritis seperti itu tidak berpikir dengan baik. Kita hanya berkata-kata saja, tetapi tidak berpikir tentang orang lain. Nah, biasanya kita membatalkan janji karena apa? Biasanya kemalasan. Tentu saja kita tidak langsung berkata seperti itu kepada orang yang memberikan janji itu, tetapi kita merangkai kata-kata sebagus mungkin dan terlihat meyakinkan sehingga janji itu akan batal. Tindakan seperti itu dapat menjurus ke arah berbohong. Pada ayat ke 66-72 sudah bisa terlihat dengan jelas bahwa Petrus berani berbohong kepada orang-orang yang telah menuduhnya karena takut akan konsekuensi yang akan dihadapinya. Ia berpikir berkali-kali apa rasanya dihajar massa sebanyak itu, sehingga ia berbohong untuk menyelamatkan diri.Setelah berkata seperti itu dan ada bunyi kokok ayam kedua kalinya, barulah ia menyadari kalau ia telah berbohong kepada Yesus. Apakah Petrus berjanji dengan sungguh-sungguh? Sepertinya tidak karena tidak memikirkan ke depannya akan seperti apa apabila ia mengucapkan janji itu.

          Sering kali janji itu mudah untuk diucapkan, tetapi kita tidak mau memepertanggungjawabkan janji itu. Ketika tidak ada kesungguhan saat mengucapkan janji itu, sering kali kita akan mengingkarinya. Adam dan Hawa sudah diberikan sebuah janji bahwa keturunan mereka akan berdosa karena ular itu (lihat Kejadian 3) oleh Allah. Allah juga berjanji kepada Abram bahwa semua bangsa akan terberkati melalui perantaraannya. Inilah janji yang sebenarnya. Tuhan tahu dan yakin akan janji yang diucapkannya.

Buatlah janji yang “Ya, akan tergenapi”, bukan sembarang janji, karena hal tersebut adalah janji palsu. Janji palsu itu akan diwarnai dengan kebohongan-keboongan lain. Katakan YA jika iya dan TIDAK jika tidak. Jangan berpikir bahwa jika kita bohong sedikit itu tidaklah apa-apa. HEY TEMAN!!! Akibatnya akan fatal kalau beranggapan seperti itu, karena kita pasti akan menutupi kebohongan kecil itu dengan kebohongan-kebohongan lainnya hingga semakin banyak. Siapa makhluk yang suka bohong? Pastinya iblis. Orang yang suka berbohong dicap sebagai anak dari sang iblis. Nah, siapa bapa kita? Iblis atau TUHAN? :P .Mulai hari ini berpikirlah dahulu sebelum membuat sebuah janji. BIASAKAN!!! Ingat satu hal yang penting, apakah nantinya janji itu betul-betul mau saya lakukan atau tidak. Kalau dari awal saja sudah tidak ada kemauan dan keinginan, pastinya janji itu tidak akan ditepati,betul?^^. Tuhan saja menggenapi setiap janji-Nya, salah satunya adalah mengutus Anak-Nya Yang Kekal untuk menggenapi janji-Nya, masa kita tidak bisa menepati janji kita? Ingat satu hal, punya satu kemauan pasti janji itu akan ditepati.Percaya deh.

Ada seorang anak kecil yang hidup dengan pas-pasan. Ia selalu diberi uang jajan hanya Rp 3000,- saja, tetapi ia ingin suatu saat mempunyai komputer sendiri dan terjadilah saat seperti itu. Kok bisa sih? Bagaimana caranya? Dia sering kali nongkrong di tempat pedagang mainan Yoyo, ia menjual teknik yang ia punya kepada anak-anak yang mau sehingga ia mendapatkan uang dari situ. Ia terus melakukan seperti itu dan menabung hingga akirnya ia bisa membeli komputer dengan hasil jerih payahnya sendiri. Sering kali kita merasa seperti orang yang paling kasihan di dunia ini. Orang punya sesuatu yang menarik, kita tidak punya sehingga timbul rasa iri hati. Lihat anak itu, ia tidak iri hati kepada orang lain. Ia mencoba untuk terus berusaha dengan segenap kemampuannya hingga akhirnya ia bisa membeli apa yang ia inginkan.Tentu saja ini kisah nyata. Untuk menjadi anak yang baik haruslah menepati janjinya. Bahkan orang tuanya pun memuji dia karena anaknya tahu diri.

Mungkin akan banyak rintangan yang menghadang untuk menepati janji yang ada, tetapi teruslah terobos rintangan itu. Jangan gentar sedikitpun. Ada juga seorang anak dengan peringkat 40 dari 45 murid di kelasnya. Ia sangat kecewa sekali karena peringkatnya yang sangat jauh di bawah itu. Merasa muak dengan keadaan ini, ia berjanji bahwa ia akan mendapatkan peringkat ke-3 di semester berikutnya. Ia terus dan terus mengasah kemampuannya hingga akhirnya ia bisa mencapai peringkat ke-3 tersebut. Lihat tean-teman? Kalau janji itu diucapkan dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya akan baik lho? Ingat,daripada menjadi orang yang tidak dapat dipercaya, akan lebih baik kita berhati-hati dengan apa yang akan kita ucapkan nantinya.


Nah, bagaimana kalau saya janji dengan seseorang dengan sungguh-sungguh, tetapi karena ada urusan mendadak akhirnya batal? Ada hal di mana itu di luar kemampuan kita, sehingga hal seperti ini diperbolehkan. Tidak masalah asal jangan jadikan ini sebagai tameng atau alasan supaya kita tidak datang karena memang awalnya malas. Lihat di Kitab Markus tadi, Yesus menatap Petrus sedemikian rupa sehingga akhirnya Petrus merasa sedih an hancur hati karena sikapnya yang telah membohongi Yesus, Sang Tuhan dan Juru Selamat. Bagi Tuhan hal di mana kita membohongi-Nya sangatlah menyedihkan dan membuat hati-Nya berduka, tetapi ingatlah satu hal. Tuhan mengasihi kita dengan agape, walau separah apapun kita melukai hati-Nya, Tuhan tetap mengasihi kita. Itulah dahsyatnya Allah kita. ^^

MULAI SAAT INI, BERUSAHALAH UNTUK TIDAK KECEWAKAN TUHAN MELALUI PERBUATAN KITA.

Thanks and God bless you guys. ;D

*Sumber: Khotbah Kebaktian Remaja GKI Perniagaan hari Minggu, 15 Agustus 2010 oleh Pdt. Lie Nah dengan beberapa pengubahan.

Share/Bookmark

Jumat, 27 Agustus 2010

Mengapa Sulit Mengampuni?

2 Kor 5:17: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”

          Sang pengkhotbah berpikir dan merenungkan judul kali ini, karena judul ini adalah sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban.Untuk itulah saya akan memberitahukan jawaban yang dia berikan kepada teman-teman semua.Baca dan renungkan dengan baik apa yang mau disampaikan pada hari ini.

          Adakah di antara kita yang mengalami kesulitan dalam mengampuni? Misal mengampuni orang tua kita, teman kita, atau orang yang tidak dikenal.Nah,berbicara tentang mengampuni, kita biasanya sulit untuk mengampuni tergantung seberapa dalam luka yang kita rasakan.Umpamanya luka yang dirasakan karena tertabrak container pasti jauh lebih parah daripada tertabrak bajaj kan? :D .Ada suatu ilustrasi sederhana tentang ini.Misal di dalam sebuah pesta,ada orang yang nyelonong untuk mengambil makanan yang telah tersedia.Orang ini ternyata  nyelonong sembari membawa minuman.Alhasil karena terlalu terburu-buru,minuman tersebut tumpah.Nah,apesnya lagi kita sedang berada di dekat orang tersebut dan terkena tumpahan minuman itu.Tentu saja kita pasti marah dengan sangat,apalagi baju ini sudah dilaundry mahal-mahal dan baru dipakai sekali. Kasus ini saja tentang bersinggungan dengan seseorang yang tidak dikenal,bagaimana dengan orang terdekat kita? Tentu sangat sulit sekali bukan? Ada seseorang yang sedari kecilnya ditekan sebegitu rupa oleh Ayahnya. Sampai saat ini ia masih merasa kepahitan dengan Ayahnya,tetapi ternyata Ayahnya melakukan hal tersebut karena ingin anaknya menjadi anak yang disiplin dan memiliki sikap yang baik di lingkungan sekitar.

          Apa kata Alkitab tentang ini?Mari lihat di Matius 18:21-35.Judul perikop ini adalah Perumpamaan tentang pengampunan. Di sini menggambarkan tentang dialog antara Yesus dengan murid-Nya yaitu Petrus.Petrus bertanya kepada Yesus:”Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”.Yesus menjawab: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” ( Mat 18:21-22).

          Apakah cukup hanya dengan 7 kali memaafkan orang lain? Ketika ada orang yang bersalah kepada kita untuk pertama kalinya, biasanya kita pasti akan cukup mudah untuk memaafkan,tetapi ketika dia melakukan kesalahan kepada kita dan kita memaafkannya hingga 3 kali saja, kita merasa sudah kesal dan biasanya kita akan berkata “tiada kata maaf lagi bagimu.”.Nah, apalagi sampai tujuh kali? Bahkan 7 kali saja menurut Tuhan tidaklah cukup, Ia malah berkata:”Bukan 7 kali,tetapi tujuh puluh kali tujuh kali.”Nah lo? 3 kali saja kita sudah mulai keki sama orang itu, apalagi memaafkan hingga tujuh puluh kali tujuh kali? Di sini Tuhan berkata bukan kuantitasnya yang dilihat, tetapi kita harus senantiasa memaafkan orang lain,betapa dalampun luka itu. Tentu saja kita berpikir hal ini sangat mustahil dilakukan,tapi HEY, Tuhan tahu keterbatasan anak-anak-Nya. Dia tidak mungkin memberikan hal yang tidak mampu dilewati oleh kita.Pertanyaanya sekarang adalah bukan apakah mungkin, tetapi mau atau tidak.

          Ada sebuah kisah mengenai Corrie Ten Boom. Corrie Ten Boom adalah seorang wanita dari keturunan Yahudi yang dibesarkan pada saat zaman perang antara Nazi dengan Yahudi. Pernah suatu ketika orang-orang Yahudi ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi Nazi pada saat itu,Corrie adalah salah satu yang ditangkap.Para perempuan di dalam situ banyak yang dilecehkan,dibunuh,dan disiksa. Corrie melihat itu semua. Ia juga ikut disiksa dan dilecehkan dengan cara mandi di depan para tentara Nazi yang ada di situ. Pada suatu hari kamp konsentrasi itu dihancurkan dan orang-orang Yahudi di dalamnya banyak yang tewas. Beruntunglah Corrie selamat dari ledakan itu. Perang itu akhirnya berakhir.Corrie mencoba untuk melupakan kejadian pahit yang ia alami dan mencoba mengampuni orang-orang jahat itu.

Iapun akhirnya pergi ke Amerika. Di sana ia dipersiapkan oleh Tuhan sebagai Hamba-Nya (Teolog). Ia menjelaskan kepada setiap orang yang dikhotbahnya untuk mengampuni orang yang melakukan kesalahan, karena jika bersikap seperti itu, orang-orang yang bersalah itu sedikit demi sedikit diubahkan oleh Tuhan.Dia berkata bahwa dia mengalami lebih dari kebencian, tetapi ia berusaha untuk mengampuni orang-orang yang bersalah kepadanya. Ia mengajarkan kepada mereka jika kita harus bisa mengasihi, apapun yang terjadi. Setelah ia selesai berkhotbah, ia keluar di gereja itu dan melihat di depan gereja tersebut ada seorang bapak tua yang lusuh. Dia berkata kepada Corrie:”Aku sudah menerima berkat dan pengampunan yang diberikan Tuhan kepada kita, mohon terima permintaan maafku ini.”.Tentu saja Corrie bingung kenapa bapak tua itu berkata seperti itu, tetapi setelah Corrie mengingat-ngingat kembali wajahnya,ternyata bapak tua itu adalah salah satu tentara Nazi yang dulu pernah menganiaya serta memaksa Corrie untuk mandi di hadapan para tentara Nazi itu.

Apa reaksi kita jika kita menjadi Corrie? Apakah kita langsung bisa mengampuni orang itu? Corrie pada saat itu tidak bisa langsung memaafkan orang itu. Luka batin yang teramat dalam dirasakan olehnya saat itu timbul kembali. Lalu paa yang dia lakukan setelah itu? Dia  sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan:”Tuhan, kenapa aku sangat sulit mengampuni dia?”.Saat berdoa seperti itu, Corrie teringat akan kematian Yesus Kristus yang mati disalib dan diberi mahkota duri di atas kepala-Nya.Penderitaan yang teramat sangat itu Yesus lakukan hanya untuk menebus kesalahannya. Kita sudah tahu dengan pasti bahwa Tuhan yang mengingatkan hal itu kepada Corrie melalui karya Roh Kudus, kemudian dengan tegar Corrie berkata kepada bapak tua itu:”Ya, saya mengampuni kamu.”

Ada ilustrasi seperti ini: Pada suatu hari setelah hujan, biasanya akan timbul genangan air. Pada saat kita  berada di dekat genangan air tersebut dan tiba-tiba ada kendaraan yang lewat sehingga cipratan air tersebut mengenai pakaian kita, kita biasanya akan membersihkan noda tersebut.Nah, bagaimana dengan noda di hati kita? Apakah kita mau terus menerus menyimpan ‘noda’ itu? Lihatlah pada perikop di Matius 18:21-35 tadi. Orang yang berhutang sepuluh ribu talenta kepada rajanya saja dimaafkan oleh raja tersebut, tetapi ketika ada yang berhutang seratus dinar saja kepadanya, ia tidak mau memaafkannya. (ayat 23-30). Ironi sekali bukan? Inilah manusia, kita mau diampuni tetapi sangat sulit untuk mengampuni orang lain. Ingat,ketika kita gagal mengampuni orang lain, berarti kita tidak merasakan kasih Kristus di hidup kita (juga menentang doa Bapa Kami).

Ada lagi sebuah kisah nyata di Afrika Selatan. Ada seorang wanita kulit hitam yang renta (sekitar umur 70 tahun) dengan perlahan duduk di sebuah bangku pengadilan. Ia duduk sebagai saksi sekaligus pihak korban dari  Mr. Pandenburg yang telah membunuh suami serta anak wanita tunggalnya. Mr. Pandenburg pada waktu itu membawa paksa wanita itu ke TKP (tempat kejadian pertama red) untuk menyaksikan dengan tragis anak semata wayang serta suaminya dibakar hidup-hidup. Nah,hukuman apa yang sepantasnya diberikan kepada Mr. Pandenburg itu? Sudah pasti hukuman mati. Tetapi apa yang dikatakan oleh wanita tua itu? Wanita itu menginginkan 3 hal: Yang pertama ia ingin di bawa ke tempat di mana suami serta anak perempuannya dibakar hidup-hidup supaya dikumpulkan sisa-sisa abunya.Yang kedua dia ingin supaya Mr. Pandenburg menjadi anak angkatnya supaya ia bisa mencurahkan segala perasaanya kepada dia di Getho (perkampungan orang kulit hitam red).Yang terakhir ia memberikan maaf setulus-tulusnya kepada Mr. Pandenburg karena Yesus Kristus telah lebih dahulu mengampuninya.Begitu mendengar hal itu,spontan orang-orang yang ada di dalam ruang pengadilan itu tersentak kaget,tidak terkecuali Mr. Pandenburg sendiri. Mereka semua tidak percaya akan apa yang wanita tua itu kemukakan di hadapan hakim,bahkan Mr. Pandenburg sendiri pingsan mendengar hal itu. Akhirnya seluruh orang yang ada di sana menyanyikan lagu “Amazing Grace”.

Lihat? Apakah rasa sakit hati kalian jauh lebih parah dari Corrie Ten Boom atau wanita tua itu? Marilah kita meneruskan kasih Kristus. Akuilah segala rasa sakit itu di hadapan Tuhan, setelah itu berdamailah dengan diri sendiri. Berusahalah untuk empati kepada orang lain an memaafkan orang yang telah menyakiti hati kita. Apa untungnya kita menyimpan ‘borok’ di dalam hati kita? Survei membuktikan bahwa senyum adalah olahraga yang paling praktis untuk mencegah tua sebelum waktunya.So, untuk apa kita bermuram durja? Jangan tunggu waktu lagi, segeralah berdamai dengan orang-orang yang bersalah atau yang berbuat salah kepada kita. Jika kita tidak mengampuni dari sekarang, maka kita membuat hati kita merasa tidak nyaman.Selain itu kita akan bertambah tua sebelum waktunya lho? :D.God bless you guys.
Kisah Para Rasul 20:35b:”Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.”

*Sumber: Khotbah Kebaktian Remaja GKI Perniagaan hari Minggu, 08 Agustus 2010 oleh Pdt. Nanang dengan sedikit pengubahan. 

Share/Bookmark

Kamis, 26 Agustus 2010

WHO CARES???

Bacaan kita hari ini diambil di Lukas 10:25-37.Saya tidak akan mengetikkan keseluruhan ayat tersebut,tetapi intinya ayat ini menceritakan tentang Orang Samaria yang baik hati,mau menolong sesamanya.Beberapa waktu lalu ada event besar yang diadakan di Afrika Selatan.Event apakah itu?Yup,pertandingan piala dunia.Banya orang yang menonton untuk melihat tim kesayangannya bertanding di negara tersebut.Tetapi,pernahkah kita berpikir kenapa FIFA memilih Afrika Selatan sebagai tempat mengadakan Piala Dunia?

                Ada sebuah nilai yang jarang ditemukan oleh negara-negara pada umumnya,karena budayanya yang unik bernama Ubuntu.Nah,siapa yang tidak tahu nama ini?Ini adalah salah satu Operating System pada computer,tetapi kita tidak membicarakan ini sekarang.Di dalam budaya Ubuntu ini,kata-kata yang diuacapkan sangat filosofis.Biasanya di dalam budaya Inggris,orang-orang menyapa kita dengan mengucapkan:”Hello,how are you today?”.Nah,di budaya Ubuntu ini,pegucapan dalam penyapaan terhadap orang lain adalah :”saya melihat kamu” (Sabonda).Respon yang diberikan ketika mendengar hal ini adalah:”Saya ada di sini.” (Sikuna).Sungguh sangat dekat sekali pengertiannya.Ketika mendengar hal itu,kita pasti merasakan bahwa ternyata masyarakat Ubuntu ini sangatlah ramah,karenacara penyapaannya yang unik dan bersahabat.Bagi mereka,kita sudah seperti keluarga yang sangat dekat.

                Di budaya kita tidak ada yang seperti itu.Tidak ada rasa peduli dan percaya di setiap kata-kata sapaan yang kita ucapkan.Kita mengucapkan hal itu seolah-olah sudah menjadi kebiasaan sehari-hari jika kita bertemu dengan seseorang.Di dalam Lukas 10:25-37 ini,Tuhan Yesus diuji oleh ahli-ahli Taurat.Seperti yang kita tahu bahwa ahli-ahli Taurat sangat fasih dalam mengucapkan ayat-ayat di dalam Alkitab,tetapi tidak mau melakukannya.Ketika ahli Taurat itu bertanya kepada Yesus apa yang harus diperbuat supaya memperoleh hidup yang kekal,Yesus menjawab Kasihilah Tuhan,Allahmu,dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu,dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Ayat 25-28).Ketika Yesus memerintahkan kepada ahli Taurat itu perbuatlah demikian,ahli Taurat itu mulai ragu dengan apa yang harus diperbuatnya,sehingga ia kembali bertanya:”Siapakah sesamaku manusia?”(Ayat 28-29).Mereka (ahli-ahli Taurat),atau bahkan kita yang biasanya fasih saat mengucapkan Firman Tuhan,ketika ditanya “siapa sesamamu manusia?” tentu tidak akan berkutik apabila mereka atau kita hanya menghafal Firman Tuhan saja tetapi tidak mengerti dan tidak melakukannya.Di dalam konteks ini,ahli Taurat menggunakan suara yang lantang dalam menanyakan “Siapakah sesamaku manusia?”,bukan dalam kerendahan hati sebagaimana seharusnya.

                Kita mungkin lebih buruk dari seseorang yang menderita autis apabila melakukan hal yang sperti ini.Mengapa?Seperti yang sudah kita tahu bahwa orang yang menderita autis ditandai dengan sulit melakukan komunikasi serta emosi labil.Begitu jugalah kita apabila kita selalu emosi,bahkan terkadang kita tidak bisa mengendalikan emosi sesaat itu.Kita lihat kembali ahli Taurat itu,sesame Yahudi saja tidak mau menolong.Menurutnya,itu bukan masalah saya,kenapa saya harus ikut campur?Lihat orang Samaria itu,walaupun bukan satu etnis,ia tetap mau menghampiri,menanyakan kenapa bisa seperti itu serta menolongnya dengan hati yang tulus.Seperti itulah sikap kita seharusnya ketika melihat orang lain yang teraniaya.

                Ada kasus nyata mengenai remaja.Kita akan menyadari bahwa kita memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap orang lain.Ada seorang remaja yang bernama Bryan Warner.Ia memliki jerawat yang sangat akut dan berperawakan kurus tinggi.Saking akutnya hingga ia harus pergi ke dokter untuk menyembuhkannya.Cara itu berhasil dan sirkulasi peredaran darahnya menjadi lancer kembali.Tidak ada yang mau menyapanya karena penampilannya yang seperti itu.Ia merasa terpojokkan dan selalu menyendiri.Suatu hari diadakan camp dari gereja di daerahnya.Ia mulai berpikir jika dia mengikuti kamp ini,mungkin dia akan memiliki teman dan merasa familiar serta akrab di antara yang lain.Tetapi apa yang terjadi?Selama 3 hari 2 malam itu,tidak ada yang mau menyapa dia.Ia semakin merasa sendirian dan merana.Selanjutnya apa yang dia lakukan?Dia mengambil komitmen bahwa dia tidak akan pernah pergi ke gereja lagi.Dengan pola pikirnya,dia membentuk identitas dirinya sendiri.Ia berpikir bahwa saya bisa melakukan apapun wlaupun minder.Akhirnya ia mengganti namanya menjadi Marlene Menson.Nama Marlene diambil dari orang yang tewas karena bunuh diri dan nama Menson diambil dari seorang pembunuh.Dia kini menjadi seorang Anti-Krist dan pemain drum rock terkenal di daerahnya.Para personilnya juga ada yang suka membunuh.

                Lihat?Seberapa berpengaruhnya kita terhadap hidup orang lain?Jika kita bisa memberikan perhatian,memberi kehangatan kepada orang seperti itu,kita tidak akan melihat orang atau pemimpin Anti-Krist.Kita kembali ke kasus ahli Taurat itu.Sudah terbukti bahwa ahli Taurat itu berdosa.Tuhan menasehatinya supaya ia melakukan apa yang Tuhan ingin lakukan,karena Tuhan mengasihi kita.Ia akan sangat sedih melihat kita yang tidak mematuhi dan percaya kepada-Nya.Ketika Adam berdosa karena memakan buah pengetahuan sehingga ia harus bersembunyi dari Tuhan,Tuhan malah berkata kepadanya:”Adam,kemanakah engkau?”.Sungguh betapa dahsyat-Nya Tuhan kita itu.Tuhan mencari anak-anak-Nya yang terhilang.Lihat saja orang Samaria itu,ia membuang subjek dirinya dan menolong orang Yahudi itu tanpa pamrih.

                Di zaman sekarang ini,kita lebih mementingkan subjek diri sendiri daripada orang lain.Pernahkah kalian berkata kepada seseorang dengan tidak menyebutkan namanya?Misalkan saja “Si ‘Anu’ lagi apa?”.Mungkin kita bisa beralasan kalau kita lupa namanya,tetapi weits….Itulah salah satu sebab kita menjadi orang yang subjektif teman.Hilangkan subjek (saya lebih diutamakan) supaya dapat berkat.Pernah mendengar Tuhan itu sahabat kita?Georges Steven adalah seorang pendeta yang dahulu mempunyai cita-cita membangun keluarga dan karie yang sejahtera.Saat tunangan,pasangan hidupnya mengalami kecelakaan dan meninggal.Bagaimana perasaannya?Kita mungkin akan merasa bahwa Tuhan telah jahat kepada kita,tetapi tidak untuk Georges Steven.Ia berkata bahwa daripada dia menyesali dirinya sendiri,lebih baik saya menjadi Kristus (terang,bukan menjadi Allah:Red) bagi orang-orang sekitarnya.
“SO,WHO CARES???GOD CARES.”
God bless you guys. :D

*Sumber: Khotbah GKI KR Perniagaan hari Minggu,01 Agustus 2010 oleh Pdt. Yohanes Bambang Mulyono dengan sedikit pengubahan.

Share/Bookmark

Tell Me The Truth And The Right Way To Do It

Seringkali kita tidak mau dikritik oleh seseorang karena cara kerja kita.Mungkin kita merasa apa yang sudah kita lakukan itu tidak salah,tetapi orang lain tetap mengkritik kita.Nah,di dalam kehidupan Kristen,bersikap mau dikritik dan mengkritik adalah suatu kebenaran (lihat Mat 18:15-20):
“Apabila saudaramu berbuat dosa,tegorlah dia di bawah empat mata.Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatkannya kembali.” Mat 18:15
Poin-poin penting yang dapat diambil:
·         Sikap jemaat yang ada di dalam kebenaran harus menyatakan  kebenaran kepada sesama.Jika hal itu tidak dilakukan,maka komunitas itu akan ‘luntur’,dalam hal ini maksudnya adalah komunitas yang bukan umat Tuhan dan merasa mereka adalah yang paling benara di antara yang lain.
·         Harus berani menegur dosa.Segala perbuatan apapun yang tidak benar di hadapan Tuhan,haruslah kita menegur orang lain yang melakukan hal itu.Sering kali hal ini sangat sulit dilakukan oleh kita,tapi itulah tugas yang diberikan Tuhan kepada kita untuk kita lakukan.Memang sulit,tetapi pada akhirnya kita akan bisa melakukan hal itu.
·         Menyatakan kebenaran dengan cara yang tepat.Mengkritik dan siap dikritik (haruslah dengan tujuan yang bermanfaat,yaitu untuk membangun orang yang kita kritik supaya lebih baik lagi)

“Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi.Seorang kawan memukul dengan maksud baik,tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.”
Amsal 27:5-6

“Besi menajamkan besi,orang menajamkan sesamanya.” Amsal 27:17

                Kritik tidak pernah enak,pasti menyakitkan ketika kita menanggapinya dengan negatif,tetapi apabila kita menanggapinya dengan pikiran positif,maka kritik itu tidak terlalu menyakitkan (INGAT:THINK POSTIVE).Sering kali di dalam suatu persahabatan hal kritik-mengkritik terjadi.Ketika ada sahabat kita melakukan suatu kesalahan,kita sebagai sahabatnya pasti mau supaya dia menjadi lebih baik.Sebagai seorang sahabat kita akan mengkritik  dengan halus dan dengan motivasi yang benar (tidak mau mencari kesalahan,tetapi murni supaya sahabatnya menjadi lebih baik).NAH,SEPERTI ITULAH SEHARUSNYA KRITIK YANG SEBENARNYA.
                Dari tadi kita membicarakan tentang kritik,kritik dan kritik,tetapi apakah kalian tahu arti kritik itu yang sebenarnya?Kritik  diambil dari sebuah ilmu pada abad ke-17 sampai dengan ke-18 yang disebut critique,yang berarti ilmu yang menganalisa suatu hal dengan sangat akurat dan hasilnya pasti untuk membangun.Arti ini kemudian mencapai puncaknya pada abad ke-18,dengan muculnya suatu istilah yaitu biblika atau critique text,yang mempeleajari naskah-naskah kuno (Yunani Homer) dan menentukan hal yang paling otoritatif yang digunakan sebagai dasar untuk membuat bahasa modern.Dalam hal ini kritik diartikan sebagai analisa yang mendalam pada suatu hal. (perlu diketahui bahwa Alkitab awal ditulis dalam bahasa Ibrani,dan di dalam perkembagan selanjutnya Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani,sedangkan  Perjanjian Baru ditulis dengan bahasa Yunani.Di dalam Perjanjian Baru pula tertulis tentang bahasa,morfologi dan budaya dari daerah yang ada disebutkan.Dalam membaca ceritapun juga sama,kita harus bisa menganalisa bahasa tersebut saat membacanya (apakah itu narasi,eksposisi,dan lain sebagainya).Lihat?Penggunaan dari critique text itu masih digunakan di dalam kehidupan sekarang,walau pemahamannya cukup berkurang dari yang sebenarnya.
                Setelah abad ke-18,istilah kritik  ini masih digunakan bahkan menjadi popular,tetapi konotasinya menjadi negatif.Para pengkritik zaman sekarang membuat kritik  dengan tujuan yang negatif.Menurut mereka,semakin tajam suatu analisa  yang mereka dapatkan,semakin banyak kelemahan yang ada pada yang dikritik.Pada akhirnya  orang –orang akan melihatnya sebagai pengkritik yang hebat.Misalkan saja ketika ada seseorang yang terlalu kencang dari yang lain,si dirigennya akan memperingati dia supaya mengecilkan suaranya,tentu saja dengan nada mengkritik.Ada juga di dalam khotbah,ketika khotbahnya panjang,banyak yang bilang kelamaan,ketika khotbahnya pendek,dibilang kurang persiapan.Serba salah jadinya buat Si Pengkhotbah itu.
                Kritik pada zaman sekarang tidak ada yang membangun,semuanya dilakukan untuk membuat sesuatu hal yang kokoh menjadi goyah karena banyaknya celah di sana-sini yang dibeberkan oleh si pengkritik.Jadi,apabila mau mengkritik secara benar,lihat dahulu dari sisi positifnya dulu.Apa yang ingin kita kritik  haruslah bertujuan untuk membangun yang dikritik itu.TELL THE GOOD TRUTH FIRST.

                Di dalam konteks bersahabat di suatu persekutuan,ada 3 hal yang ada dalam suatu kritik:
MOTIVASI YANG BENAR ☞ ➁ TUJUAN ☞ ➂ CARA
MOTIVASI YANG BENAR
Bagaimana cara memiliki motivasi yang benar? Caranya adalah bertambah dalam pengenalan akan Tuhan (Lihat Luk 3:7-14).Tuhan mencamkan hal-hal yang penting dalam ayat pasal ini,antara lain di ayat 7-10: Allah tidak mau jika kita semua menganggap Bapa  beriman yang harus dipuja lebih daripada Allah sendiri,karena Allah mampu menjadikan anak-anak bagi Abraham  dari batu-batu (ayat 8).Tuhan juga menegaskan bahwa setiap pohon yang menghasilkan buah yang tidak baik,akan ditebang dan dibuang ke dalam api (ayat 9).Tanamkan cara pandang bahwa saya mengkritik supaya saya dapat membangun orang yang dikritik.Nah,bagaimana caranya supaya kita berpikir  bahwa itulah motivasi yang baik?Caranya adalah berikan motivasi awal yang benar pada setiap kritik kalian:
·         Saya ingin memberikan kepada sahabat saya yang terbaik
Seimbangkan kritik kita antara hal yang positif dan negatif.Maksudnya adalah janganlah setiap kritik itu diisi dengan kekurang yang dikritik,tetapi sampaikanlah juga kelebihan yang dipunyai oleh yang dikritik tersebut,maka niscaya orang tersebut dapat menerimanya dengan baik.Ingat esensi dalam berkritik: PUNYA MOTIVASI YANG BENAR DAN TAKUT AKAN TUHAN.Penulis Kitab Amsalpun memberikan nasehat kita semua di Amsal 1:7:”Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan,tetapi orang bodoh ,menghina hikmat dan didikan.” .Ada juga nasehat Amsal dalam konteks bertengkar antar sesame,lihat di Amsal 11:12:”Siapa menghina sesamanya,tidak berakal budi,tetapi orang yang pandai,berdiam diri.”.Lihat?Amsal memberikan nasehat dengan motivasi,tujuan dan cara yang benar.Semuanya itu karena agar kita semua semakin baik ke depannya.ORANG YANG PANDAI ADALAH ORANG YANG CERDAS EMOSIONAL.

TUJUAN
Bicara tentang hikmat dan motivasi,kita juga harus mempunyai tujuan/hasil akhir yang baik dan benar,yaitu sudah jelas: TUHAN DIPERMULIAKAN MELALUI KRITIK MEMBANGUN.Jangan sampai kita hanya bagus di kata-kata tetapi tidak tahu apa tujuan ita mengucapkan kritik seperti itu.Pikir dahulu baik-baik apakah kata-kata yang akan diucapkan nantinya akan membangun atau tidak,menyakiti hati si pendengar atau tidak,dan lain sebagainya.Jangan sampai juga kita menimbulkan permusuhan baru gara-gara pengucapan kita yang tidak berkenan.REMEMER,THINK BEFORE TALK.

CARA
Berbicara tentang cara,tentunya kita harus memiliki cara yang benar.Motivasi harus lihat perasaan orang,apakah orang itu akan tersakiti hatinya apabila kita mengucapkannya serta harus benar motivasinya,karena jika kita hanya berpatok kepada cara penyampaiannya saja yang bagus tetapi tidak bisa melihat perasaan orang yang dikritik,sama saja tidak ada gunanya.Seperti sinetron-sinetron sekarang ini,memberikan suatu motivasi tetapi dengan cara yang salah,yaitu dengan nada membentak dan marah-marah.Itu benar-benar cara yang salah.Motivasi dalam kritik itu harus diberikan secara pribadi antar pribadi (dalam konteks ini),berikan cara yang lurus (to the point),bukan mendikte atau menggurui.
BAGAIMANA LANGKAH-LANGKAH UNTUK MEMPUNYAI MOTIVASI YANG BENAR DALAM MENGKRITIK DAN DIKRITIK:
1.      Sebelum mengkritik orang lain,kritik dulu diri sendiri (Self Critique)
Pernahkah mengkritik penampilan seseorang (dalam hal menyanyi):”Suaranya jelek,fals atau semacamnya.”? Evaluasi diri sendiri dahulu jika pernah,apakah suara kita lebih bagus dan tidak fals dari orang itu.Ada suatu acara di sebuah stasiun radio tentang motivasi dalam keluarga.Suatu hari ada seorang anak yang ingin meminta minuman kepada Ibunya dengan ucapan yang kurang berkenan di hati Ibunya,sehingga langsung main pukul saja tanpa berpikir panjang lagi.Menurutnya,anak selalu salah dan orang tua selalu benar.Sang motivator lalu berkata kepada Ibu itu via telepon:”Ibu,pernahkah Ibu berkata seperti itu ke anak Ibu?” Sang Ibu diam membisu.Ini bisa terjadi di mana saja,tidak menutup kemungkinan.Nah,oleh sebab itu,miliki motivasi yang benar,saling membangun satu sama lain dan apabila kita akan mengkritik,pikirkan dahulu apakah kita melukai perasaan orang itu atau tidak.
2.      Siap Dikritik Balik
Jika suatu kali ada orang yang membalas kritikan kita (dikritik balik),kita harus siap.Kita harus mengetahui timing yang tepat.Jika kita sudah tahu waktu yang tepat dalam mengkritik serta siap menerima kritik balik,itu menunjukkan bahwa kita sudah dewasa dan sadar menerima kekurangan dalam diri.Ada aksi maka timbul reaksi.Ada saatnya kita harus berpikir dahulu sebelum beraksi.
3.      Kesadaran bahwa Allah berkarya dalam hidup orang lain
Ketika ada orang yang mengkritik kita,sikap kita seharusnya adalah mengambil yang positif dalam kritik tersebut,karena siapa tahu orang itulah (Si Pengkritik) adalah orang yang dipakai oleh Tuhan supaya kita semakin lebih baik lagi kedepannya.Lihat di 2 Sam 16:5-14:Daud menyadari bahwa Simei telah dipakai oleh Tuhan melalui ‘fitnahan’nya itu.Daud mengambil hal yang postif,tidak berusaha untuk membalas dendam (ayat 11-12).Respon seperti inilah yang seharusnya dalam menerima sebuah kritikan.
4.      Kritik dari teman yang tulus menandakan teman yang sejati
Berikan hati yang terbaik dalam setiap kritikan.Seorang sahabat adalah orang yang memberikan kritik positif kepada kita,karena jika tidak dikritik maka orang tersebut akan jatuh.Mulailah dalam mengkritik yang benar dalam hal pemerintaha,karena kritik terhadap pemerintah jauh lebih mudah daripada dengan keluarga atau teman dekat bukan?So,tunggu ap lagi?
-THINK BEFORE CRITIQUE-
Thanks and God bless you guys. :D
*Source: Khotbah KR Perniagaan hari Minggu,25 Juli 2010 dibawakan oleh Bpk. Hans Wuysang (PPA) dengan beberapa pengubahan.

Share/Bookmark