Kamis, 26 Agustus 2010

WHO CARES???

Bacaan kita hari ini diambil di Lukas 10:25-37.Saya tidak akan mengetikkan keseluruhan ayat tersebut,tetapi intinya ayat ini menceritakan tentang Orang Samaria yang baik hati,mau menolong sesamanya.Beberapa waktu lalu ada event besar yang diadakan di Afrika Selatan.Event apakah itu?Yup,pertandingan piala dunia.Banya orang yang menonton untuk melihat tim kesayangannya bertanding di negara tersebut.Tetapi,pernahkah kita berpikir kenapa FIFA memilih Afrika Selatan sebagai tempat mengadakan Piala Dunia?

                Ada sebuah nilai yang jarang ditemukan oleh negara-negara pada umumnya,karena budayanya yang unik bernama Ubuntu.Nah,siapa yang tidak tahu nama ini?Ini adalah salah satu Operating System pada computer,tetapi kita tidak membicarakan ini sekarang.Di dalam budaya Ubuntu ini,kata-kata yang diuacapkan sangat filosofis.Biasanya di dalam budaya Inggris,orang-orang menyapa kita dengan mengucapkan:”Hello,how are you today?”.Nah,di budaya Ubuntu ini,pegucapan dalam penyapaan terhadap orang lain adalah :”saya melihat kamu” (Sabonda).Respon yang diberikan ketika mendengar hal ini adalah:”Saya ada di sini.” (Sikuna).Sungguh sangat dekat sekali pengertiannya.Ketika mendengar hal itu,kita pasti merasakan bahwa ternyata masyarakat Ubuntu ini sangatlah ramah,karenacara penyapaannya yang unik dan bersahabat.Bagi mereka,kita sudah seperti keluarga yang sangat dekat.

                Di budaya kita tidak ada yang seperti itu.Tidak ada rasa peduli dan percaya di setiap kata-kata sapaan yang kita ucapkan.Kita mengucapkan hal itu seolah-olah sudah menjadi kebiasaan sehari-hari jika kita bertemu dengan seseorang.Di dalam Lukas 10:25-37 ini,Tuhan Yesus diuji oleh ahli-ahli Taurat.Seperti yang kita tahu bahwa ahli-ahli Taurat sangat fasih dalam mengucapkan ayat-ayat di dalam Alkitab,tetapi tidak mau melakukannya.Ketika ahli Taurat itu bertanya kepada Yesus apa yang harus diperbuat supaya memperoleh hidup yang kekal,Yesus menjawab Kasihilah Tuhan,Allahmu,dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu,dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Ayat 25-28).Ketika Yesus memerintahkan kepada ahli Taurat itu perbuatlah demikian,ahli Taurat itu mulai ragu dengan apa yang harus diperbuatnya,sehingga ia kembali bertanya:”Siapakah sesamaku manusia?”(Ayat 28-29).Mereka (ahli-ahli Taurat),atau bahkan kita yang biasanya fasih saat mengucapkan Firman Tuhan,ketika ditanya “siapa sesamamu manusia?” tentu tidak akan berkutik apabila mereka atau kita hanya menghafal Firman Tuhan saja tetapi tidak mengerti dan tidak melakukannya.Di dalam konteks ini,ahli Taurat menggunakan suara yang lantang dalam menanyakan “Siapakah sesamaku manusia?”,bukan dalam kerendahan hati sebagaimana seharusnya.

                Kita mungkin lebih buruk dari seseorang yang menderita autis apabila melakukan hal yang sperti ini.Mengapa?Seperti yang sudah kita tahu bahwa orang yang menderita autis ditandai dengan sulit melakukan komunikasi serta emosi labil.Begitu jugalah kita apabila kita selalu emosi,bahkan terkadang kita tidak bisa mengendalikan emosi sesaat itu.Kita lihat kembali ahli Taurat itu,sesame Yahudi saja tidak mau menolong.Menurutnya,itu bukan masalah saya,kenapa saya harus ikut campur?Lihat orang Samaria itu,walaupun bukan satu etnis,ia tetap mau menghampiri,menanyakan kenapa bisa seperti itu serta menolongnya dengan hati yang tulus.Seperti itulah sikap kita seharusnya ketika melihat orang lain yang teraniaya.

                Ada kasus nyata mengenai remaja.Kita akan menyadari bahwa kita memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap orang lain.Ada seorang remaja yang bernama Bryan Warner.Ia memliki jerawat yang sangat akut dan berperawakan kurus tinggi.Saking akutnya hingga ia harus pergi ke dokter untuk menyembuhkannya.Cara itu berhasil dan sirkulasi peredaran darahnya menjadi lancer kembali.Tidak ada yang mau menyapanya karena penampilannya yang seperti itu.Ia merasa terpojokkan dan selalu menyendiri.Suatu hari diadakan camp dari gereja di daerahnya.Ia mulai berpikir jika dia mengikuti kamp ini,mungkin dia akan memiliki teman dan merasa familiar serta akrab di antara yang lain.Tetapi apa yang terjadi?Selama 3 hari 2 malam itu,tidak ada yang mau menyapa dia.Ia semakin merasa sendirian dan merana.Selanjutnya apa yang dia lakukan?Dia mengambil komitmen bahwa dia tidak akan pernah pergi ke gereja lagi.Dengan pola pikirnya,dia membentuk identitas dirinya sendiri.Ia berpikir bahwa saya bisa melakukan apapun wlaupun minder.Akhirnya ia mengganti namanya menjadi Marlene Menson.Nama Marlene diambil dari orang yang tewas karena bunuh diri dan nama Menson diambil dari seorang pembunuh.Dia kini menjadi seorang Anti-Krist dan pemain drum rock terkenal di daerahnya.Para personilnya juga ada yang suka membunuh.

                Lihat?Seberapa berpengaruhnya kita terhadap hidup orang lain?Jika kita bisa memberikan perhatian,memberi kehangatan kepada orang seperti itu,kita tidak akan melihat orang atau pemimpin Anti-Krist.Kita kembali ke kasus ahli Taurat itu.Sudah terbukti bahwa ahli Taurat itu berdosa.Tuhan menasehatinya supaya ia melakukan apa yang Tuhan ingin lakukan,karena Tuhan mengasihi kita.Ia akan sangat sedih melihat kita yang tidak mematuhi dan percaya kepada-Nya.Ketika Adam berdosa karena memakan buah pengetahuan sehingga ia harus bersembunyi dari Tuhan,Tuhan malah berkata kepadanya:”Adam,kemanakah engkau?”.Sungguh betapa dahsyat-Nya Tuhan kita itu.Tuhan mencari anak-anak-Nya yang terhilang.Lihat saja orang Samaria itu,ia membuang subjek dirinya dan menolong orang Yahudi itu tanpa pamrih.

                Di zaman sekarang ini,kita lebih mementingkan subjek diri sendiri daripada orang lain.Pernahkah kalian berkata kepada seseorang dengan tidak menyebutkan namanya?Misalkan saja “Si ‘Anu’ lagi apa?”.Mungkin kita bisa beralasan kalau kita lupa namanya,tetapi weits….Itulah salah satu sebab kita menjadi orang yang subjektif teman.Hilangkan subjek (saya lebih diutamakan) supaya dapat berkat.Pernah mendengar Tuhan itu sahabat kita?Georges Steven adalah seorang pendeta yang dahulu mempunyai cita-cita membangun keluarga dan karie yang sejahtera.Saat tunangan,pasangan hidupnya mengalami kecelakaan dan meninggal.Bagaimana perasaannya?Kita mungkin akan merasa bahwa Tuhan telah jahat kepada kita,tetapi tidak untuk Georges Steven.Ia berkata bahwa daripada dia menyesali dirinya sendiri,lebih baik saya menjadi Kristus (terang,bukan menjadi Allah:Red) bagi orang-orang sekitarnya.
“SO,WHO CARES???GOD CARES.”
God bless you guys. :D

*Sumber: Khotbah GKI KR Perniagaan hari Minggu,01 Agustus 2010 oleh Pdt. Yohanes Bambang Mulyono dengan sedikit pengubahan.

Share/Bookmark

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you for your comment.I'm really appreciate it.